Gak Terima – Nama “KOTAK” bukan sekadar label band. Bagi Posan Tobing dan kawan-kawan, itu adalah warisan, sejarah, dan harga diri. Maka jangan heran jika api perlawanan gak terima terus menyala setelah gugatan mereka terkait hak atas nama band KOTAK di tolak di pengadilan. Tak mau menyerah begitu saja, Posan Tobing, mantan drummer dan salah satu pendiri band tersebut gak terima, bersama tim kuasa hukumnya, kini sedang bersiap mengajukan bonus new member 100 ke Mahkamah Agung. Drama hukum ini belum selesai—dan tampaknya akan semakin panas.
Awal Mula Konflik: Ketika Nama Jadi Rebutan
Perseteruan panjang ini bermula dari persoalan mendasar: siapa yang sah menggunakan nama “KOTAK”? Posan Tobing, yang ikut mendirikan band tersebut pada awal 2004, merasa punya hak moral dan hukum atas nama yang dia bangun dari nol bersama personel awal. Namun, saat dirinya keluar dari band, nama KOTAK tetap di pakai oleh formasi baru. Di sinilah api konflik membara.
Bagi Posan, penggunaan nama tersebut tanpa restu adalah bentuk pengabaian terhadap sejarah dan kontribusinya. Dalam beberapa wawancara, ia menyebut bahwa nama KOTAK bukan hanya merek, tapi juga simbol perjuangan di industri musik yang keras.
Putusan Mengejutkan dan Rasa Tidak Puas
Pengadilan tingkat pertama menyatakan gugatan Posan tidak dapat di terima. Keputusan ini menyulut emosi dari pihak Posan Tobing Cs. Mereka menilai pengadilan telah mengabaikan fakta-fakta sejarah pembentukan band dan tidak mempertimbangkan secara utuh siapa pencetus dan pemilik sah dari nama KOTAK.
Tak terima, tim hukum Posan langsung menyatakan akan menempuh jalur kasasi. Mereka menyusun ulang argumen hukum, membawa bukti-bukti tambahan, dan menegaskan bahwa perjuangan ini bukan semata perkara nama, tetapi upaya untuk menegakkan keadilan bagi pencipta asli sebuah identitas band yang kini di anggap publik sebagai ikon musik rock tanah air.
Perspektif Hukum: Nama Band sebagai Hak Kekayaan Intelektual
Dalam kasus seperti ini, pertanyaannya sederhana namun berduri: siapa pemilik sah nama sebuah band? Dalam hukum kekayaan intelektual, hal ini bisa menjadi rumit jika tidak ada perjanjian tertulis di awal. Posan dan timnya menyatakan bahwa nama KOTAK belum pernah secara sah di alihkan kepemilikannya atau di patenkan oleh pihak lain saat dirinya masih aktif sebagai personel.
Menurut pengamat hukum hiburan, kasus ini bisa menjadi preseden penting di dunia musik Indonesia. Nama band, jika tidak di kelola dengan baik secara hukum sejak awal, bisa jadi ladang konflik ketika popularitas dan nilai komersial mulai mengemuka.
Respons Pihak Band KOTAK Saat Ini
Di sisi lain, formasi band KOTAK saat ini—yang masih aktif manggung mahjong ways 2 dan merilis karya—menyebut bahwa nama tersebut sudah melekat kuat pada mereka dan menjadi identitas yang tak terpisahkan dari perjalanan karier mereka selama bertahun-tahun. Bagi mereka, mempertahankan nama KOTAK adalah wajar karena mereka yang menjaga eksistensi band selama lebih dari satu dekade terakhir.
Namun, banyak fans dan pengamat musik menganggap bahwa klaim ini terlalu menyederhanakan peran awal Posan dan personel lama dalam membentuk fondasi band. Apalagi, banyak karya awal yang mengangkat nama KOTAK ke permukaan justru lahir dari era awal kepemimpinan Posan Cs.
Reaksi Publik: Pecah Dua Kubu
Di media sosial, perdebatan sengit slot terbaru pun pecah. Ada yang mendukung Posan dan menganggap dirinya layak mendapatkan pengakuan dan keadilan. Ada juga yang menyebut bahwa kehidupan harus terus berjalan, dan personel lama harus move on, membangun nama baru ketimbang merebut kembali sesuatu yang sudah berkembang bersama orang lain.
Namun satu hal pasti: nama KOTAK kini bukan hanya tentang musik. Ini soal identitas athena168, sejarah, dan konflik kepemilikan yang membara di balik gemerlap panggung. Kasasi ini akan menjadi babak penting dalam cerita panjang pertarungan hak atas nama di dunia musik Indonesia. Dan publik, tentu saja, menjadi saksi dari drama yang rasanya belum akan berakhir dalam waktu dekat.